Gadis cantik itu bernama Alya
Namaku Furqon. Seperti biasa selepas sholat subuh aku mengajar para santri di ponpes ini. Yach, ponpes yang sudah aku tempaati selama 2 tahun terakhir ini memberiku banyak pelajaran tentang hidup. Masih teringat saat dulu Abah Yai memintaku untuk mengamalkan ilmu disini. Di ponpes al hidayah. Aku juga mengajar di salah satu lembaga pendidikan yang ada di pesantren tersebut, yaitu MTs Al.Huda.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.55, aku segera menuju kantor sekolah untuk mengambil buku-buku dan menuju kelas. Namun tiba-tiba pandanganku dikejutkan oleh seorang gadis yang sedang duduk bersama Diah bagian TU dikantor tersebut. Wajahnya yang cantik terbalut jilbab putih sehingga menambah keanggunannya. Sekilas dia melihat kedatanganku, namun kemudian kembali sibuk dengan buku yang dibacanya. Aku pun segera munuju meja kerjaku dan mengambil bukuku, karena aku harus segera mengajar. Pikiranku tidak tenang selama mengajar, entah kenapa, bayangan gadis itu selalu menggagguku, seolah tidak ingin membiarkanku konsen mengajar. Aku penasaran, siapakah dia? Staff baru, ataukah kerabat Diah???? Entahlah. Yang jelas, dia terlihat beda dari gadis-gadis yang pernah aku temui sebelumnya.
Usai mengajar aku iseng sms Diah untuk menanyakan siapa gadis itu, pasti Diah tau.
“asslamualaikum Diah, wah kayaknya ada yang beda dipagi ini, puny atmen baru y? gk sndrian lagi dnk skrg?”. Godaku basa-basi ke Diah.
Satu menit kemudian hp ku bunyi ternyata balasan dari Diah. Akupun segera membukanya.
“waalaikumslam, eh iya pak. Dia Ning Alya Syahida. Baru pulang dari ponpes Darussalam, diminta Abah Yai untuk bantu mengajar disni.”
Alya. Ternyata namanya Alya. Nama yang indah, seindah orangnya. Alya memang sangat cantik, siapapun akan tertarik jika melihatnya. Aku ingin bisa mengenalnya lebih jauh.
Siang itu cuaca sangat panas, aku lirik jam tanganku ternyata sudah pukul 12.00 siang. Waktunya para murid dan santri untuk sholat berjama’ah. Akupun segera menuju kantor untuk merapikan buku-bukuku dan kembali ke asrama, namun ternyata dikantor ada Alya, rasa panas yang aku rasakan saat itu akibat cuaca mendadak hilang seketika. Dia ibarat oasis yang berada dipadang pasir, yang bisa menyejukkan orang yang kehausan. Hehehe
“neng Alya kok sendirian, Diah kemana?”. Sapaku basa-basi. Dia yang saat itu sedang asyik membaca buku langsung kaget dan menoleh kepadaku karena merasa namanya aku panggil.
“oh, eh iya pak. Diah sedang diruang administrasi. Ada yang bisa saya bantu?.” Tanyanya kepadaku.
“oh tidak neng, justru saya minta maaf karena sudah mengganggu neng Alya membaca,.”
“tidak apa-apa pak, cuman kaget aja. “. Kemudian dia tersenyum.
“oh iya, darimana anda tahu nama saya Alya?’’. Selidik dia kepadaku. Aku langsung gugup bagamana aku menjawabnya. Namun aku segera bisa mengatasi rasa gugupku.
“hmmmm,,,siapa di lembaga ini yang tidak mengenal gadis secantik eneng, mesikipun baru datang, neng Alya sudah banyak dibicarakan oleh para murid dan guru disini. Jadi saya tau nama eneng dari mereka.” Terpaksa aku berbohong untuk sedikit jaim, karena aku tidak ingin neng Alya tau bahwa aku tau namanya dari Diah. Gengsi donk. Hehehehe. Tapi memang kehadirannya menjadi perbincangan hangat di lingkungan pondok dan madrasah. Semua orang sedang membicarakan kecantikannya, dari situlah aku tau bahwa selain cantik, neng Alya adalah seorang Hafidzah. Dan dia juga masih kerabat dengan keluarga Abah Yai. Pimpinan pondok. Sungguh dia gadis yang sempurna baik akhlaqnya maupun zahirnya. Dalam hati aku berkata bahwa beruntung kelak lelaki yang bisa menikahinya.
“hey, kok melamun? Gombal ach, pasti mereka membicarakan kejelekan saya y?, hmmm dosa lo pak”.
“nggak lah neng, mereka membicarakan yang baik kok. Panggil saya bang furqon saja, jangan pak. Saya kan belum tua.” Candaku yang ternyata membuatnya tersenyum kepadaku, senyumnya membuatku semakin kagum kepadanya. Penampilannya sederhana, namun tetap tidak bisa menyembunyikan wajah cantiknya. Benar-benar gadis yang luar biasa. Tak henti-hentinya aku bertasbih kepadaNya dan memuji keindahan ciptaanNya. Bahwa Allah telah menciptakan gadis sesempurna neng Alya.
Tak terasa sudah pukul 13.00, kami mengobrol kurang lebih satu jam, memang benar kata pepatah, “satu jam tidak akan berarti apa-apa bagi mereka yang sedang jatuh cinta”. Pepatah darimana itu aku juga tidak tau. Hehehe.
“ya udh bang, saya pamit dulu. Mau kembali. Takut Abah ntar nyariin, sekalian mau sholat. Bang Furqon belum sholat juga kan?, sholat dulu, tidak baik menunda-nunda waktu sholat. Oh iya, trimakasih udah menjadi teman baru saya”.
“iya neng, sama-sama. Saya juga senang bisa mengenal neng Alya.” Alya hanya tersenyum lalu beranjak pergi meningglkanku yang masih duduk di meja kerjaku, aku masih menatap kepergiannya sampai hilang dibalik pintu kantor. Pertemuan dan perkenalan yang sangat indah hari ini.
Setelah pertemuan dengan neng Alya siang tadi, entah mengapa aku merasakan hal yang berbeda. Hal yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Selepas sholat isya dan mengajar para santri, aku termenung dalam kamarku. Mengingat kembali saat bertemu neng Alya siag tadi. Kemudian aku ambil bolpoin dan kertas, mulailah aku menumpahkan seluruh kekagumanku padanya lewat tulisan puisiku.
Kau yang hadir dalam hidupku
Kamu terlahir ke dunia dengan raut wajah yang sangat indah, tutur kata indah yang terlantur bagaikan mutiara, keindahan dan kelembutan hati membuat langkahmu memberikan kehidupan untuk orang-orang yang ada disekelilingmu, kamulah bidadari yang pernah aku temui dan kamulah anugerah terindah yang tuhan berikan saat ini…
Aku bukan tipe pria penebar gombal, namun kecantikan hati dan wajahmu adalah sebuah kenyataan yang memaksa lisan ku ini untuk terus berucap dan terus melantunkan kata-kata puisi pujian untukmu…
Kata katamu yang indah membuat dirimu terlihat begitu sempurna dan membuat kekurangan fisikmu sirna berganti dengan kecantikan yang tidak bisa di ungkapkan melalui kata-kata tentang cinta…
Ketaatanmu kepada Tuhan, melebihi kecintaanmu pada diri sendiri, syariah selalu kau jalankan, hukum islam menjadi pedomanmu dan kau bagaikan mentari di pagi hari…
Kesabaran selalu memenuhi hari-harimu, bahasamu begitu indah dan sangat menawan, bening hati selalu warnai dirimu. kamulah sang wanita muslimah idaman ku…
Kamu bagaikan bersinar menerangi kehidupan, tutur katamu sangat lembut dan penuh arti, memberi makna untuk semua insan. Kepribadimu mencerminkan akhlakmu dan terlihat pancaran cahaya…
Kemudian kutup bukuku dan aku segera beranjak tidur. Agar nanti aku bisa bangun untuk menjalankan qiyamul lail.
Malam itu terasa dingin, kulihat jam di dinding ternyata pukul 02.30 dini hari. Kemudian aku bangun untuk menuju kamar mandi untuk berwudhu. Air wudhu yang dingin terasa menusuk pori-poriku, dan sejuk. Setelah itu ku gelar sajadah dan mulai kulksanakan qiyamul lail. Sungguh terasa tenang saat hati ini menghadap sang kuasa. Segala keluh kesahku, aku munajatkan kepada Rabb-ku. Seperti halnya malam ini, setelah berdzikir aku bermunajat, kuserahkan segala hidupku hanya untuknya. Juga kegelisahan hatiku terhadap gadis yang sholihah Alya yang baru aku kenal. Angin malam yang dingin dan sejuk, membuatku semakin khusyuk dalam berdo’a.
Diatas Sajadah malam ini aku tertunduk pada gelap dan pekatnya malam,
meraba rahsia Mu Ya Allah atas jodoh yang kan kau pilihkan untukku
istikarah mencari jawapan untuk menggapai alhub fillah wa lillah
dalam doa ku bersimpuh pasrah
memohon datangnya jawapan kepada Sang Pemberi hidayah
bila jawapan itu masih menggantung di langit
maka turunkanlah
bila jawapan itu masih terpendam di perut bumi
maka keluarkanlah
bila jawapan itu sulit ku raih
maka mudahkanlah
bila jawapan itu masih jauh
maka dekatkanlah
Duhai kekasih sejati, Engkau Maha cahaya, Engkau Cahaya di atas Cahaya.
Dalam kerinduan mendalam, dalam tatih meniti Pintu Cahaya,
Aku di sini, bersimpuh untuk menjemput CINTA,
Cinta Seseorang Yang telah kau pilihkan semoga kan abadi di dunia dan Akhirat
“Ya Allah, Tuhan yang Maha Memiliki Rahsia, Tuhan yang Maha memegang kasih sayang seluruh jiwa kami, Tuhan yang Maha Penentu, Tuhan yang Maha Menyatukan jiwa-jiwa kami, ya Allah, aku merupakan hamba yang lemah, hamba yang tidak mampu mengawal diriku daripada fitrah seorang manusia yang memerlukan teman, memerlukan kekasih, memerlukan suami/isteri, memerlukan keluarga.
Ya Allah aku tidak mampu menahan diriku daripada terjeremus ke dalam kemaksiatan. Ya Allah, jika masanya telah tiba, jika apa yang aku mohon ini merupakan sesuatu yang terbaik disisiMu Ya Allah, terbaik buat agamaku Ya Allah, terbaik buat diriku, keluarga dan seluruh mukminin dan mukminat Ya Allah, maka aku memohon kepadaMu YaAllah agar aku ditemukan dengan jodoh yang terbaik di sisiMu Ya Allah. Setiap yang terbaik di sisiMu Ya Allah, pasti terbaik buat diriku Ya Allah.
Namun Ya Allah, jika masanya untuk dipertemukan dengan jodohku belum tiba YaAllah, maka Ya Allah, aku memohon kepadaMu agar Kau tunjukkan jalan-jalan untuk aku memiliki jodohku Ya Allah. Aku memohon agar Kau tunjukkan aku tuntutun-tuntutanMu yang perlu aku lakukan untuk memiliki jodohku Ya Allah. Ya Allah, Tuhan yang Maha Memakbulkan doa, Tuhan yang Maha Penentu jodoh, Ya Allah jauhilah aku daripada kemaksiatan, jauhilah aku daripada perkara-perkara yang tidak dapat memberikan manfaat, jauhilah aku daripada perkara-perkara yang Engkau murkai dan perkara-perkara yang menyesatkan diriku Ya Allah. Amin.
Setelah berdoa, kuambil mushafku. Kubaca satu persatu ayat, hingga waktu subuh datang.
Waktu pun terus berlalu, tak terasa semenjak pertemuan dengan neng Alya 2 minggu lalu, semenjak itu aku tidak pernah lagi melihat wajahnya. Kemanakah dia? Sakit, ataukah sudah tidak berada di pondok ini lagi? Hatiku bercampur aduk, ingin rasanya aku menyanyakan kepada Diah, pasti dia tahu. Tapi aku urungkan. Hingga suatu hari tanpa sengaja aku mendengar bahwa orang-orang kantor membicarakan neng Alya. Bahwa kata mereka Neng Alya melanjutkan study di Cairo. Aku yang belum percaya akan kepergiannya, segera menanyakan ke Diah. Diah waktu itu sedang sibuk di depan computer. Lalu basa basi aku mengganggunya.
“sendirian aja Diah, tumben aku lihat akhir-akhir ini kamu gak bareng neng Alya”. Diah lalu menjawab sambil sibuk menatap layar monitornya.
“pak Furqon ini bagaimana sich, pak Furqon belum tau ya? Neng Alya kan sudah berangkat ke Cairo 2 minggu yang lalu. Aduhhhhh ketinggalan informasi y pak. Jadi saya sediri lagi.
Kata-kata Diah sudah cukup menjadi penjelas untukku. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan dihati saat itu, aku hanya bisa pasrah. Mungkin belum saatnya Allah memberiku kepercayaan. Aku kembali dalam kesenderianku dan munajatku kepada Illahi Rabbi. Untuk tetap istiqomah dalam jalanNya. Hingga waktu yang tidak bisa ditentukan, kapan aku bisa bertemu dengannya lagi. Wallahu a’lam.
Biodata penulis
Nama : siti ihda husnul chotimah
Umur : 21 tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar